Barringtonia acutangula
(L.) Gaertn.
Lecythidaceae
Nama : Putat.
Deskripsi : Pohon, berukuran kecil atau perdu, tinggi 2–15 (dapat mencapai–25) m, diameter batang berkisar 20 cm. Kulit batang abu-abu kusam sampai kecoklatan muda. Daun tunggal, mengertas, hijau terang; helai daun jorong atau membundar telur sungsang−lonjong; pangkal daun membaji, melanjut ke tangkai daun; tepi daun menggergaji sampai berpicisan sangat halus; ujung daun meruncing sampai melancip, panjang bagian lancip 4–12 mm; permukaan daun bawah gundul atau berambut; tulang daun utama sangat menonjol di sisi atas, menonjol di sisi bawah, pertulangan daun primer 7–20 pasang, tidak menyatu secara mencolok, urat daun interkostal sedikit menonjol pada kedua permukaan, memata jala. Perbungaan tandan, menggantung, panjangnya 20–45 (terpanjang–78) cm, berbunga padat mencapai 75 kuntum bunga; gundul, bergoresan memanjang; daun gagang jorong−melanset, meruncing; daun gantilan 0.5–1 mm. Kelopak terbuka saat kuncup, daun kelopak bebas. Bunga duduk atau bertangkai 3–7 mm; aromatik; dasar bunga menabung, menyudut berjumlah 4−5, gundul atau memubuk; daun mahkota merah; benang sari jambon sampai merah tua, kepala sari berpusar-3, di bagian dalam 1 staminodium, tabung kepala sari tingginya 1–4,5 mm, staminodium 3–6 mm; cakram tinggi ± 0,5 mm; bakal buah berongga 2–(3–4), bakal biji berjumlah 2–4(–5) per rongga; putik panjangnya 1–2 cm. Buah bersudut atau bulat telur, bersayap 4 saat muda, ujungnya meruncing sampai rompong; hijau-kuning, kecoklatan tua. Biji 1, bulat telur. Di Malesia terdiri atas 2 subspesies, yaitu subsp. acutangula dan subsp. spicata (Blume) Payens.
Ekologi : Persebaran alami dari wilayah Afganistan sampai Australia bagian Utara, termasuk kawasan Malesia (termasuk Indonesia). Pada umumnya tumbuh pada ekosistem hutan dataran rendah termasuk hutan riparian, hutan lahan basah (rawa). Di Kalimantan Timur dapat dijumpai di tepi sungai besar dan anak sungai yang masih bervegetasi, hutan lahan basah (rawa) seperti di Sedulang, Mesangat, dan Suwi.
Kegunaan : Secara etnobotani kulit batang digunakan sebagai bahan baku racun ikan tradisional. Referensi: Pance & Kartawinata, 2013.